Saturday 18 October 2014

Resume Budaya dan Masyarakat & Pengantar Antropologi


RESUME BUKU
BUDAYA DAN MASYARAKAT & PENGANTAR ANTROPOLOGI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Drs. Moch. Fuad


Disusun Oleh:
Ummu Mawaddah
11410189

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2014
BUDAYA DAN MASYARAKAT
Bagian I (Pemahaman Dasar: Analisa Sosio-Historik)
1.      Sejarah dan Kreativitas: Dasar Sosio-Historik Proses Simbolik
Kreativitas manusia sepanjang sejarah meliputi banyak kegiatan, di antaranya dalam organisasi sosial dan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan proses simbolis. Ada beberapa cara untuk mencari hubungan antara suatu kelompok kepentingan tertentu dalam masyarakat dan pikiran serta modus berpikir yang mendasari sosiologis pengetahuannya. Dalam pembicaraan tentang semesta simbolis, kita tidak dapat melepaskan diri dari model sosiologis dasar-suprastruktur yang saling berkaitan.
2.      Struktur dan Kultur: Kerangka Transformasi Budaya
Di antara para produsen wujud-wujud simbolis, kaum intelektuallah yang berada pada posisi paling depan dalam pembentukan sistem pengetahuan masyarakat. Bersamaan dengan surutnya patronase raja pada kearifan, muncullah usaha kapitalistik di bidang penerbitan yang merekrut potensi sastra. Latar belakang etnis Jawa ini diambil semata-mata karena secara jelas menggambarkan kedudukan sosial kaum intelektual dan karya-karyanya.
Munculnya massa dan masyarakat yang sedang mengalami industrialisasi juga mempengaruhi kesadaran bersama dalam kehidupan beragama. Akibat dari munculnya pembagian kesalehan itu ialah tersingkirnya kesalehan simbolis dari kesalehan aktual.
3.      Pengkajian Perubahan Kebudayaan: Suatu Analisa Sosial
Kebudayaan Indonesia di masa lalu diwarnai oleh dualisme. Dengan meluasnya birokrasi kolonial, tumbuhlah satu golongan baru dalam masyarakat, yaitu golongan priyayi. Perubahan sosial selanjutnya terjadi dengan munculnya kelas menengah di kota-kota yang terdiri dari golongan intelektual, pedagang, dan pengusaha.
Bagian II (Humaniora: Proses Kesadaran Simbolis)
4.      Pendidikan Humaniora dalam Masyarakat Jawa
Dalam masyarakat Jawa, semacam pendidikan humaniora yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan pernyataan-pernyataan simbolisnya merupakan bagian integral dari sistem budaya. Berdasarkan nilai-nilai subkultural, kelompok sosial, dan pelembagaan pendidikan humaniora dapat ditemukan tiga loci pendidikan humaniora dalam masyarakat Jawa Tradisional, yaitu istana, pesantren, dan perguruan. Dari banyak variasi dalam pendidikan kemanusiaan perguruan-perguruan kepercayaan, hampir semuanya melihat manusia dari sudut sangka dan paran.
5.      Pembentukan Simbol di Kalangan Santri
Tidak dapat diragukan lagi bahwa para santri di Jawa juga menciptakan simbol-simbol, sekalipun tidak semua simbol mempunyai kadar kekayaan makna yang sama. Agama dan estetika merupakan keharusan. Agama bukan hal yang esensial bagi seni, demikian juga sebaliknya seni terhadap agama.
6.      Konstruksi dan Rekonstruksi Semesta Simbolik
Masa lalu sejarah Indonesia menyaksikan adanya sistem simbol yang dualistik dan berhierarki. Sistem simbol masyarakat tradisional itu penuh dengan super-naturalisme. Dalam masyarakat desa, tempat kelas rakyat tinggal, sistem simbol juga tumbuh secara terpisah. Kita dapat menyatakan bahwa dalam garis besarnya perubahan simbol-simbol itu dengan jelas merupakan pernyataan dari sosial. Depersonalisasi dan dehumanisasi simbol-simbol itu terjadi karena sebagian masyarakat kita telah memasuki masyarakat teknologis.
Masyarakat kita masih segan untuk melakukan investasi sosial dalam pembentukan simbol-simbol. Akhirnya pancasila merupakan filsafat idealistik yang percaya bahwa kesadaran dapat menggerakkan sejarah, karena itu penciptaan dan pengkajian simbol-simbol haruslah tumbuh dari kesadaran itu.
Bagian III (Perbenturan Nilai dalam Proses Perubahan Sosial)
7.      Keterasingan dan Kesadaran Balik
Birokratisasi telah melahirkan budaya keterasingan. Keterasingan dapat juga dihubungkan dengan kolonialisme. Birokrasi menjadi bagian penting dari modernitas. Wadah-wadah modern itu membuat masyarakat semakin kaku. Model masyarakat birokratis itu menuntut akomodasi dari anggotanya.
8.      Masjid atau Pasar: Ketegangan Budaya di Masa Pembangunan
Nabi berpikir secara dialektik dalam sebuah hadits yang menyatakan bahwa sebaik-baik tempat adalah masjid dan sejelek-jelek tempat adalah pasar. Masjid adalah adalah simbol dari agama dan pasar dari kepentingan ekonomi. Dalam dunia Islam di Indonesia, lahirnya gerakan pembaharuan dapat dilihat sebagai usaha untuk mencari etik baru itu. Barangkali dengan merenungkan sejarah Nabi akan jelas apa yang dimaksud.
9.      Kelas, Budaya, dan Integrasi Sosial
Perubahan-perubahan sosial yang melibatkan tata sosial dan nilai-nilai telah mengubah gambaran masyarakat tradisional menjadi masyarakat kolonial yang digambarkan Boeke sebagai dual societies. Dengan tercapainya integrasi vertikal berupa pengakuan yang sama terhadap keabsahan NKRI, tidak berarti bahwa integrasi secara horizontal terwujud. Konsep budaya politik di Jawa menerangkan lebih mengenai integrasi vertikal ketimbang integrasi horizontal.
Bagian IV (Sastra Sebagai Simbol)
10.  Peristiwa Sejarah dan Karya Sastra
Karya sastra sebagai simbol verbal mempunyai beberapa peranan di antaranya sebagai cara pemahaman, cara penghubungan, dan cara penciptaan. Dalam karya sastra yang menjadikan peristiwa sejarah sebagai bahan, ketiga peranan symbol itu dapat menjadi satu. Karya sastra yang menjadikan peristiwa sejarah sebagai bahan dapat berupa puisi atau prosa. Perbedaan antara  sejarah dan sastra nampak dalam skala yang dibuat Koestler dalam mengklasifikasikan bentuk-bentuk penemuan manusia.
Dalam peristilahan Ilmu Sejarah, persitiwa sejarah sering dicakup dalam istilah fakta sejarah. Peristiwa sejarah akan hilang begitu saja jika tidak ditemukan oleh sejarawan. Peristiwa sejarah sebagai bahan baku diolah secara berbeda oleh tulisan sejarah oleh karya sastra.
11.  Penokohan dan Perwatakan Karya Sastra
Sastra Indonesia tidak memiliki tradisi psikologisme yang kuat, dalam arti bahwa penokohan dan perwatakan dalam karya sastra tidak banyak mempersoalkan perkembangan personalitas dari pwlaku-pelakunya. Dalam masyarakat yang menekankan pentingnya pikiran kolektif seperti masaarakat Indonesia, kita mendapatkan adanya etika otoritarian.
Kedudukan pengarang dalam masyarakat modern berbeda dengan kedudukan pujangga dalam masyarakat patrimonial. Usaha mencari tempat dalam masyarakat itu sekaligus menjerumuskan mereka supaya memakai aturan bersama dalam pemakaian simbol. Pengarang ialah dalang dalam banyak hal.
Jika dalam sastra Indonesia tidak ada pengertian tentang sastra psikologis, sebaliknya tradisi sastra tipologis melahirkan sastra total. Dari tradisi ini timbul pendekatan filsafat dan sosiologi, yang menghasilkan sastra eksistensial dan sastra sosial. Sastra sosial juga menghadapkan persoalan individu dan masyarakat, tetapi berbeda dengan sastra eksistensial yang simtomatis, satra sosial bersifat dialektis.
12.  Sastra Indonesia Mencari Arah
Sastra sebagai bidang kajian sejarah intelektual masih belum banyak mendapatkan perhatian, baik dari penulis sejarah maupun kritikus sastra Indonesia, padahal sastra Indonesia menawarkan begitu banyak kemungkinan. Hubungan langsung atau tidak langsung antara karya sastra sebagai sistem symbol dan system sosial, dalam arti ketergantungan dan ketidaktergantungannya, menentukan apa yang dalam uraian ini disebut arah.            Munculnya sastra modern menggantikan sastra klasik ditandai dengan cita-cita untuk menampilkan kisah-kisah yang “betoel soedah kedjadian”, yakni ketika munculnya keinginan kuat untuk membedakan sastra dari mitologi. Secara sosiologis, sastra simtomatik menunjukkan kesadaran kelas menengah yang sudah menjadi tempat dalam ruang sosial, tetapi belum dalam sistem simbol sosial. Hasil yang nyata dari Manifes Kebudayaan sebagai arah sastra bukanlah sastra pra-1965, tetapi pada sastra Angkatan ’66 yang secara jelas menolak tirani. Akhirnya, jika akhir-akhir ini dalam sastra Indonesia muncul keinginan akan sebuah sastra yang kontekstual, tentulah kesainginan itu disebabkan oleh kurangnya apresiasi terhadap antiintelektualisme sastra mutakhir ini.


PENGANTAR ILMU ANTROPOLOGI
(Edisi Revisi 2009)

Bab 1 Asas-asas dan Ruang Lingkup Ilmu Antropologi
Ilmu antropologi berkembang melalui empat fase, yaitu dimulai sebelum tahun 1800 sampai sesudah tahun 1930. Secara kasar, aliran-aliran dalam antropologi dapat digolongkan berdasarkan atas berbagai universitas di beberapa negara tempat ilmu antropologi berkembang. Ruang lingkup antropologi meliputi paeo-antropologi, antropologi fisik, etnolinguistik, prehistori, dan etnologi. Pengkhususan penelitian antropologi terhadap masalah-masalah praktis dalam masyarakat belum lama berkembang. Antropologi memiliki hubungan timbal balik dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti: ilmu geologi, ilmu paleontologi, ilmu anatomi, ilmu kesehatan masyarakat dll.
Tahap-tahap yang dilakukan saat menggunakan metode yang ilmiah dalam ilmu antropologi:
1.      Pengumpulan fakta
2.      Field Notes
3.      Penentuan ciri-ciri umum dan sistem
4.      Verifikasi

Bab 2 Makhluk Manusia
Dipandang dari sudut biologi, manusia hanya merupakan satu jenis makhluk di antara lebih dari sejuta jenis makhluk lain yang pernah atau masih menduduki alam dunia. Dalam proses evolusi biologi yang telah berlangsung sangat lama itu, banyak bentuk makhluk yang sederhana hilang dan punah dari muka bumi. Dalam proses evolusi itu, bentuk-bentuk makhluk yang baru timbul sebagai proses pencabangan dari bentuk-bentuk makhluk yang lebih tua.
Makhluk manusia yang hidup dalam berbagai macam lingkungan alam di seluruh muka bumi menunjukkan beragam ciri-ciri fisik yang tampak nyata. Untuk suatu waktu yang lama masalah bagaimana cara pengklasifikasian atau penggolongan berbagai ras manusia di dunia menjadi pusat perhatian yang terpenting bagi ilmu antropologi fisik.

Bab 3 Kepribadian
Dalam Bahasa popular istilah kepribadian juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten. Hal itu memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Unsur-unsur kepribadian meliputi pengetahuan, perasaan, dan dorongan naluri. Kepribadian seseorang terbentuk oleh pengetahuan (khususnya yaitu persepsi, penggambaran apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi mengenai bermacam hal yang ada di lingkungannya). Selain pengetahuan, kepribadian seorang juga terbentuk oleh berbagai perasaan, emosi, dan keinginan bermacam hal yang ada di lingkungannya.

Bab 4 Masyarakat
Seperti halnya yang pernah di katakan oleh Prof. Laksono mengenai pengertian dari masyarakat itu sendiri adalah suatu kesatuan hidup yang dibuat manusia denga mengandalkan suatu struktur (tatanan sosial).
Ragam tingkah laku manusia memang bukan disebabkan karena ciri-ciri ras, melainkan karena kelompok-kelompok tempat manusia itu bergaul dan berinteraksi. Adanya bermacam-macam wujud kesatuan kelompok manusia menyebabkan bahwa kita memerlukan beberapa istilah untuk membeda-bedakan berbagai macam kesatuan tadi. Kecuali istilah yang paling lazim, yaitu masyarakat, ada istilah-istilah lain untuk menyebut  kesatuan-kesatuan khusus yang merupakan unsur-unsur masyarakat yaitu kategori sosial, golongan sosial, komunitas, kelompok, dan perkumpulan. Struktur sosial. Dalam hal menganalisa masyarakat, seorang peneliti memerinci kehidupan masyarakat itu ke dalam unsur-unsurnya yaitu pranata, kedudukan sosial dan peranan sosial. Fungsi dari struktur sosial adalah sebagai pengendali di dalam masyarakat yang memiliki batasan-batasan tertentu di dalam bermasyarakat.

Bab 5 Kebudayaan
Menurut imu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kata kebudayaan itu sendiri diambil dari bahasa sansekerta yang berasal dari kata Budhayah yang berarti budi atau akal. Perbedaan kebudayaan dengan peradaban terletak pada penyebutan unsur dan bagian-bagian dari kebudayaan. Peradaban juga sering dipakai untuk istilah istilah teknologi, pengetahuan, seni, dan lain-lain.
Wujud kebudayaan menurut Kuntjoroningrat ada tiga, yaitu:
a.       Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya.
b.      Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berola dari manusia dalam masyarakat.
c.       Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Unsur-unsur kebudayaan ada tujuh, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian.

Bab 6 Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Semua konsep diperlukan apabila ingin menganalisis proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaa, termasuk lapangan penelitian ilmu antropologi dan sosiologi yang disebut dinamika sosial. Di Antara konsep-konsep yang terpenting ada mengenai proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakat bersangkutan, yaitu internalisasi, soialisasi, dan enkulturasi. Ada juga proses perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana hingga bentuk-bentuk yang makin lama makin kompleks yaitu evolusi kebudayaan. Kemudian ada penyebaran kebudayaan secara geografi, terbawa oleh proses perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi, yaitu difusi. Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga masyarakat yaitu proses akulturasi dan asimilasi. Akhirnya ada proses pembaruan atau inovasi yang berkaitan erat dengan penemuan baru.

Bab 7 Aneka Ragam Kebudayaan dan Masyarakat
Konsep yang tercakup dalam istilah suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. Deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari sebuah karangan etnografi. Selain mengenai besar kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa, seorang sarjana antropologi tentu juga menghadapi masalah perbedaan asas dan kompleksitas dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitan atau pokok deskripsi etnografinya. Suatu daerah kebudayaan merupakan suatu penggabungan atau penggolongan dari suku-suku bangsa yang beragam kebudayaannya, tetapi mempunyai beberapa unsur dari ciri mencolok yang serupa. Demikian sistem penggolongan daerah kebudayaan sebenarnya merupakan suatu sistem klasifikasi yang mengklaskan beraneka warna suku bangsa yang tersebar di suau daerah atau benua besar ke dalam golongan-golongan berdasarkan atas beberapa persamaan unsur dalam kebudayaannya.

Bab 8 Etnografi
Suatu etnografi harus dilengkapi dengan data demografi yaitu data mengenai jumlah penduduk diperinci dalam jumlah wanita dan jumlah pria, dan sedapat mungkin juga menurut tingkat umur dengan interval lima tahun, data mengenai laju kelahiran dan laju kematian, serta data mengenai orang yang pindah keluar-masuk desa. Sebuah etnografi baiknya juga dilengkapi dengan keterangan mengenai asal mula dan sejarah suku bangsa yang menjadi pokok deskripsinya.
Dalam sebuah karangan etnografi, memberi deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari Bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan beserta variasi-variasi dari Bahasa itu. Bab tentang teknoogi atau cara-cara memproduksi, memakai dan memelihara segala peralatan hidup dari suku bangsa dalam karangan etnografi cukup membatasi diri terhadap teknologi yang tradisional yaitu teknologi  dari peralatan hidupnya yang tidak atau hanya secara terbatas dipengaruhi oleh teknologi yang berasal dari kebudayaan Eropa.

0 comments:

Post a Comment

 

lautan inspirasi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang