RESUME BUKU
BUDAYA DAN MASYARAKAT & PENGANTAR
ANTROPOLOGI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Antropologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Drs. Moch. Fuad
Disusun Oleh:
Ummu Mawaddah
11410189
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
BUDAYA DAN MASYARAKAT
Bagian I
(Pemahaman Dasar: Analisa Sosio-Historik)
1.
Sejarah dan Kreativitas: Dasar Sosio-Historik Proses Simbolik
Kreativitas manusia
sepanjang sejarah meliputi banyak kegiatan, di antaranya dalam organisasi
sosial dan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan proses simbolis. Ada
beberapa cara untuk mencari hubungan antara suatu kelompok kepentingan tertentu
dalam masyarakat dan pikiran serta modus berpikir yang mendasari sosiologis
pengetahuannya. Dalam pembicaraan tentang semesta simbolis, kita tidak dapat
melepaskan diri dari model sosiologis dasar-suprastruktur yang saling
berkaitan.
2.
Struktur dan Kultur: Kerangka Transformasi Budaya
Di antara para
produsen wujud-wujud simbolis, kaum intelektuallah yang berada pada posisi
paling depan dalam pembentukan sistem pengetahuan masyarakat. Bersamaan dengan
surutnya patronase raja pada kearifan, muncullah usaha kapitalistik di bidang
penerbitan yang merekrut potensi sastra. Latar belakang etnis Jawa ini diambil
semata-mata karena secara jelas menggambarkan kedudukan sosial kaum intelektual
dan karya-karyanya.
Munculnya massa dan
masyarakat yang sedang mengalami industrialisasi juga mempengaruhi kesadaran
bersama dalam kehidupan beragama. Akibat dari munculnya pembagian kesalehan itu
ialah tersingkirnya kesalehan simbolis dari kesalehan aktual.
3.
Pengkajian Perubahan Kebudayaan: Suatu Analisa Sosial
Kebudayaan
Indonesia di masa lalu diwarnai oleh dualisme. Dengan meluasnya birokrasi
kolonial, tumbuhlah satu golongan baru dalam masyarakat, yaitu golongan
priyayi. Perubahan sosial selanjutnya terjadi dengan munculnya kelas menengah
di kota-kota yang terdiri dari golongan intelektual, pedagang, dan pengusaha.
Bagian
II (Humaniora: Proses Kesadaran Simbolis)
4.
Pendidikan Humaniora dalam Masyarakat Jawa
Dalam masyarakat
Jawa, semacam pendidikan humaniora yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan
pernyataan-pernyataan simbolisnya merupakan bagian integral dari sistem budaya.
Berdasarkan nilai-nilai subkultural, kelompok sosial, dan pelembagaan
pendidikan humaniora dapat ditemukan tiga loci pendidikan humaniora
dalam masyarakat Jawa Tradisional, yaitu istana, pesantren, dan perguruan. Dari
banyak variasi dalam pendidikan kemanusiaan perguruan-perguruan kepercayaan,
hampir semuanya melihat manusia dari sudut sangka dan paran.
5.
Pembentukan Simbol di Kalangan Santri
Tidak dapat
diragukan lagi bahwa para santri di Jawa juga menciptakan simbol-simbol,
sekalipun tidak semua simbol mempunyai kadar kekayaan makna yang sama. Agama
dan estetika merupakan keharusan. Agama bukan hal yang esensial bagi seni,
demikian juga sebaliknya seni terhadap agama.
6.
Konstruksi dan Rekonstruksi Semesta Simbolik
Masa lalu sejarah
Indonesia menyaksikan adanya sistem simbol yang dualistik dan berhierarki. Sistem
simbol masyarakat tradisional itu penuh dengan super-naturalisme. Dalam
masyarakat desa, tempat kelas rakyat tinggal, sistem simbol juga tumbuh secara
terpisah. Kita dapat menyatakan bahwa dalam garis besarnya perubahan
simbol-simbol itu dengan jelas merupakan pernyataan dari sosial.
Depersonalisasi dan dehumanisasi simbol-simbol itu terjadi karena sebagian
masyarakat kita telah memasuki masyarakat teknologis.
Masyarakat kita
masih segan untuk melakukan investasi sosial dalam pembentukan simbol-simbol.
Akhirnya pancasila merupakan filsafat idealistik yang percaya bahwa kesadaran
dapat menggerakkan sejarah, karena itu penciptaan dan pengkajian simbol-simbol
haruslah tumbuh dari kesadaran itu.
Bagian
III (Perbenturan Nilai dalam Proses Perubahan Sosial)
7.
Keterasingan dan Kesadaran Balik
Birokratisasi telah
melahirkan budaya keterasingan. Keterasingan dapat juga dihubungkan dengan
kolonialisme. Birokrasi menjadi bagian penting dari modernitas. Wadah-wadah
modern itu membuat masyarakat semakin kaku. Model masyarakat birokratis itu
menuntut akomodasi dari anggotanya.
8.
Masjid atau Pasar: Ketegangan Budaya di Masa Pembangunan
Nabi berpikir
secara dialektik dalam sebuah hadits yang menyatakan bahwa sebaik-baik tempat
adalah masjid dan sejelek-jelek tempat adalah pasar. Masjid adalah adalah
simbol dari agama dan pasar dari kepentingan ekonomi. Dalam dunia Islam di
Indonesia, lahirnya gerakan pembaharuan dapat dilihat sebagai usaha untuk
mencari etik baru itu. Barangkali dengan merenungkan sejarah Nabi akan jelas
apa yang dimaksud.
9.
Kelas, Budaya, dan Integrasi Sosial
Perubahan-perubahan
sosial yang melibatkan tata sosial dan nilai-nilai telah mengubah gambaran
masyarakat tradisional menjadi masyarakat kolonial yang digambarkan Boeke
sebagai dual societies. Dengan tercapainya integrasi vertikal berupa
pengakuan yang sama terhadap keabsahan NKRI, tidak berarti bahwa integrasi
secara horizontal terwujud. Konsep budaya politik di Jawa menerangkan lebih
mengenai integrasi vertikal ketimbang integrasi horizontal.
Bagian
IV (Sastra Sebagai Simbol)
10.
Peristiwa Sejarah dan Karya Sastra
Karya sastra
sebagai simbol verbal mempunyai beberapa peranan di antaranya sebagai cara
pemahaman, cara penghubungan, dan cara penciptaan. Dalam karya sastra yang
menjadikan peristiwa sejarah sebagai bahan, ketiga peranan symbol itu dapat
menjadi satu. Karya sastra yang menjadikan peristiwa sejarah sebagai bahan
dapat berupa puisi atau prosa. Perbedaan antara
sejarah dan sastra nampak dalam skala yang dibuat Koestler dalam
mengklasifikasikan bentuk-bentuk penemuan manusia.
Dalam peristilahan
Ilmu Sejarah, persitiwa sejarah sering dicakup dalam istilah fakta sejarah.
Peristiwa sejarah akan hilang begitu saja jika tidak ditemukan oleh sejarawan.
Peristiwa sejarah sebagai bahan baku diolah secara berbeda oleh tulisan sejarah
oleh karya sastra.
11.
Penokohan dan Perwatakan Karya Sastra
Sastra Indonesia
tidak memiliki tradisi psikologisme yang kuat, dalam arti bahwa penokohan dan
perwatakan dalam karya sastra tidak banyak mempersoalkan perkembangan
personalitas dari pwlaku-pelakunya. Dalam masyarakat yang menekankan pentingnya
pikiran kolektif seperti masaarakat Indonesia, kita mendapatkan adanya etika
otoritarian.
Kedudukan pengarang
dalam masyarakat modern berbeda dengan kedudukan pujangga dalam masyarakat
patrimonial. Usaha mencari tempat dalam masyarakat itu sekaligus menjerumuskan
mereka supaya memakai aturan bersama dalam pemakaian simbol. Pengarang ialah
dalang dalam banyak hal.
Jika dalam sastra Indonesia tidak ada pengertian tentang sastra
psikologis, sebaliknya tradisi sastra tipologis melahirkan sastra total. Dari
tradisi ini timbul pendekatan filsafat dan sosiologi, yang menghasilkan sastra
eksistensial dan sastra sosial. Sastra sosial juga menghadapkan persoalan
individu dan masyarakat, tetapi berbeda dengan sastra eksistensial yang
simtomatis, satra sosial bersifat dialektis.
12.
Sastra Indonesia Mencari Arah
Sastra sebagai
bidang kajian sejarah intelektual masih belum banyak mendapatkan perhatian,
baik dari penulis sejarah maupun kritikus sastra Indonesia, padahal sastra
Indonesia menawarkan begitu banyak kemungkinan. Hubungan langsung atau tidak
langsung antara karya sastra sebagai sistem
symbol dan system sosial, dalam arti ketergantungan dan ketidaktergantungannya,
menentukan apa yang dalam uraian ini disebut arah. Munculnya sastra modern menggantikan sastra klasik
ditandai dengan cita-cita untuk menampilkan kisah-kisah yang “betoel soedah
kedjadian”, yakni ketika munculnya keinginan kuat untuk membedakan sastra dari
mitologi. Secara sosiologis, sastra simtomatik menunjukkan kesadaran kelas menengah
yang sudah menjadi tempat dalam ruang sosial, tetapi belum dalam sistem simbol
sosial. Hasil yang nyata dari Manifes Kebudayaan sebagai arah sastra bukanlah
sastra pra-1965, tetapi pada sastra Angkatan ’66 yang secara jelas menolak
tirani. Akhirnya, jika akhir-akhir ini dalam sastra Indonesia muncul keinginan
akan sebuah sastra yang kontekstual, tentulah kesainginan itu disebabkan oleh
kurangnya apresiasi terhadap antiintelektualisme sastra mutakhir ini.
PENGANTAR ILMU
ANTROPOLOGI
(Edisi Revisi
2009)
Bab 1 Asas-asas dan Ruang Lingkup Ilmu
Antropologi
Ilmu antropologi
berkembang melalui empat fase, yaitu dimulai sebelum tahun 1800 sampai sesudah
tahun 1930. Secara kasar, aliran-aliran dalam antropologi dapat digolongkan berdasarkan atas berbagai universitas di
beberapa negara tempat ilmu antropologi berkembang. Ruang
lingkup antropologi meliputi paeo-antropologi, antropologi fisik,
etnolinguistik, prehistori, dan etnologi. Pengkhususan penelitian antropologi
terhadap masalah-masalah praktis dalam masyarakat belum lama berkembang.
Antropologi memiliki hubungan timbal balik dengan ilmu-ilmu yang lain, seperti:
ilmu geologi, ilmu paleontologi, ilmu anatomi, ilmu kesehatan masyarakat dll.
Tahap-tahap yang
dilakukan saat menggunakan metode yang ilmiah dalam ilmu antropologi:
1. Pengumpulan fakta
2. Field Notes
3. Penentuan ciri-ciri umum dan sistem
4. Verifikasi
Bab 2 Makhluk Manusia
Dipandang dari
sudut biologi, manusia hanya merupakan satu jenis makhluk di antara lebih dari sejuta jenis makhluk lain yang
pernah atau masih menduduki alam dunia. Dalam proses evolusi biologi yang telah
berlangsung sangat lama itu, banyak bentuk makhluk yang sederhana hilang dan
punah dari muka bumi. Dalam proses evolusi itu, bentuk-bentuk makhluk yang baru
timbul sebagai proses pencabangan dari bentuk-bentuk makhluk yang lebih tua.
Makhluk manusia
yang hidup dalam berbagai macam lingkungan alam di seluruh muka bumi
menunjukkan beragam ciri-ciri fisik yang tampak nyata. Untuk suatu waktu yang
lama masalah bagaimana cara pengklasifikasian atau penggolongan berbagai ras
manusia di dunia menjadi pusat perhatian yang terpenting bagi ilmu antropologi
fisik.
Bab 3 Kepribadian
Dalam Bahasa
popular istilah kepribadian juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu
yang konsisten. Hal itu memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu
yang khusus. Unsur-unsur kepribadian meliputi pengetahuan, perasaan, dan
dorongan naluri. Kepribadian seseorang terbentuk oleh pengetahuan (khususnya yaitu
persepsi, penggambaran apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi mengenai
bermacam hal yang ada di lingkungannya). Selain pengetahuan, kepribadian
seorang juga terbentuk oleh berbagai perasaan, emosi, dan keinginan bermacam
hal yang ada di lingkungannya.
Bab 4 Masyarakat
Seperti
halnya yang pernah di katakan oleh Prof. Laksono mengenai pengertian dari
masyarakat itu sendiri adalah suatu kesatuan hidup yang dibuat manusia denga mengandalkan
suatu struktur (tatanan sosial).
Ragam tingkah
laku manusia memang bukan disebabkan karena ciri-ciri ras, melainkan karena kelompok-kelompok tempat
manusia itu bergaul dan berinteraksi. Adanya bermacam-macam wujud kesatuan
kelompok manusia menyebabkan bahwa kita memerlukan beberapa istilah untuk
membeda-bedakan berbagai macam kesatuan tadi. Kecuali istilah yang paling
lazim, yaitu masyarakat, ada istilah-istilah lain untuk menyebut kesatuan-kesatuan khusus yang merupakan
unsur-unsur masyarakat yaitu kategori sosial, golongan sosial, komunitas,
kelompok, dan perkumpulan.
Struktur sosial. Dalam hal menganalisa masyarakat, seorang peneliti memerinci
kehidupan masyarakat itu ke dalam unsur-unsurnya yaitu pranata, kedudukan
sosial dan peranan sosial. Fungsi dari struktur sosial adalah sebagai pengendali
di dalam masyarakat yang memiliki batasan-batasan tertentu di dalam
bermasyarakat.
Bab 5 Kebudayaan
Menurut
imu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. Kata kebudayaan itu sendiri diambil
dari bahasa sansekerta yang berasal dari kata Budhayah yang berarti budi atau akal. Perbedaan kebudayaan
dengan peradaban terletak pada penyebutan unsur dan bagian-bagian dari
kebudayaan. Peradaban juga sering dipakai untuk istilah istilah teknologi,
pengetahuan, seni, dan lain-lain.
Wujud kebudayaan menurut Kuntjoroningrat ada tiga, yaitu:
a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari
ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya.
b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks
aktivitas serta tindakan berola dari manusia dalam masyarakat.
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia.
Unsur-unsur kebudayaan ada tujuh, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan,
organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian.
Bab 6 Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Semua konsep
diperlukan apabila ingin menganalisis proses-proses pergeseran masyarakat dan
kebudayaa, termasuk lapangan penelitian ilmu antropologi dan sosiologi yang
disebut dinamika sosial. Di Antara konsep-konsep yang terpenting ada
mengenai proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakat bersangkutan, yaitu
internalisasi, soialisasi, dan enkulturasi. Ada juga proses perkembangan
kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan yang
sederhana hingga bentuk-bentuk yang makin lama makin kompleks yaitu evolusi
kebudayaan. Kemudian ada penyebaran kebudayaan secara geografi, terbawa oleh
proses perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi, yaitu difusi. Proses lain adalah
proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga masyarakat yaitu proses akulturasi
dan asimilasi. Akhirnya ada proses pembaruan atau inovasi yang berkaitan erat
dengan penemuan baru.
Bab 7 Aneka Ragam Kebudayaan dan Masyarakat
Konsep yang
tercakup dalam istilah suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat
oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali
dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. Deskripsi mengenai kebudayaan suatu
suku bangsa biasanya merupakan isi dari sebuah karangan etnografi. Selain
mengenai besar kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa,
seorang sarjana antropologi tentu juga menghadapi masalah perbedaan asas dan
kompleksitas dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitan atau pokok
deskripsi etnografinya. Suatu daerah kebudayaan merupakan suatu penggabungan
atau penggolongan dari suku-suku bangsa yang beragam kebudayaannya, tetapi
mempunyai beberapa unsur dari ciri mencolok yang serupa. Demikian sistem penggolongan daerah kebudayaan
sebenarnya merupakan suatu sistem klasifikasi yang mengklaskan beraneka warna
suku bangsa yang tersebar di suau daerah atau benua besar ke dalam
golongan-golongan berdasarkan atas beberapa persamaan unsur dalam
kebudayaannya.
Bab 8 Etnografi
Suatu etnografi
harus dilengkapi dengan data demografi yaitu data mengenai jumlah penduduk
diperinci dalam jumlah wanita dan jumlah pria, dan sedapat mungkin juga menurut
tingkat umur dengan interval lima tahun, data mengenai laju kelahiran dan laju
kematian, serta data mengenai orang yang pindah keluar-masuk desa. Sebuah
etnografi baiknya juga dilengkapi dengan keterangan mengenai asal mula dan
sejarah suku bangsa yang menjadi pokok deskripsinya.
Dalam sebuah karangan etnografi, memberi
deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari Bahasa yang diucapkan oleh suku
bangsa yang bersangkutan beserta variasi-variasi dari Bahasa itu. Bab tentang
teknoogi atau cara-cara memproduksi, memakai dan memelihara segala peralatan
hidup dari suku bangsa dalam karangan etnografi cukup membatasi diri terhadap
teknologi yang tradisional yaitu teknologi
dari peralatan hidupnya yang tidak atau hanya secara terbatas
dipengaruhi oleh teknologi yang berasal dari kebudayaan Eropa.
0 comments:
Post a Comment