Sunday 12 March 2017

Makalah Pendidikan Multikultural



PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Al-Qur’an Perspektif Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Abdul Mustaqim, M. Ag.


Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: logo_uin
 











Oleh:
Ummu Mawaddah
1620410004

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masyarakat multikultural adalah sebuah fakta bercampur baurnya penduduk dunia yang mampu memberikan tekanan pada sistem pemerintahan, pendidikan, dan ekonomi yang mapan untuk berubah. Kedekatan dan interaksi penduduk dunia dari berbagai latar belakang yang berbeda akan melahirkan ketidakpuasan dan konflik sosial. Ketika perbedaan nasionalitas, etnisitas, dan ras muncul bersamaan dengan perbedaan agama, maka potensi untuk berbenturan pun semakin besar.[1] Sebagai konsekuensinya, kita akan menghadapi berbagai persoalan seperti kemiskinan, kekerasan, korupsi, kolusi, nepotisme, perusakan lingkungan, dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghormati hak-hak orang lain.
Berdasarkan permasalahan tersebut, pendidikan multikultural hadir sebagai salah satu upaya peredam konflik melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang terdapat pada peserta didik. Dengan pendidikan multikultural, peserta didik diharapkan mampu memahami pelajaran dengan lebih mudah serta dapat mengimplementasikan nilai-nilai karakter yang bersifat demokratis, humanis, dan pluralis.
Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk umat manusia yang bersifat universal. Di dalamnya memuat ayat-ayat yang berisi pedoman-pedoman dan pokok-pokok peraturan yang sangat dibutuhkan manusia untuk mengatur kehidupannya, baik yang berhubungan dengan keimanan maupun peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia secara personal ataupun komunal.[2] Al-Qur’an sebagai kitab yang shalih fi kulli zaman wa makan mampu menjawab tantangan-tantangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari sekian banyak petunjuk yang terdapat dalam al-Qur’an, terdapat ayat-ayat yang berisi pesan-pesan yang seharusnya menjadi pedoman bagi umat manusia terhadap upaya menjaga kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan yang multikultural. Berkaitan dengan isu pendidikan multikultural, al-Qur’an memberikan perhatiannya melalui ayat-ayat yang bernuansa multikultural. Melalui makalah ini, penulis memaparkan bagaimana pandangan al-Qur’an terhadap pendidikan multikultural tersebut.

B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana konsep pendidikan multikultural?
2.    Bagaimana pendidikan multikultural perspektif al-Qur’an?
3.    Bagaimana implementasi pendidikan multikultural dalam Pendidikan Agama Islam?


4.     
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Multukultural
Secara etimologis, pendidikan multikultural terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan merupakan seluruh aktivitas atau upaya sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik terhadap semua aspek perkembangan kepribadian baik jasmani maupun rohani yang berjalan terus menerus untuk mencapai kebahagiaan dan nilai yang tinggi.[3] Sementara itu, kata multikultural terdiri dari dua kata yaitu multi dan culture. Multi memiliki arti banyak, ragam, atau aneka sedangkan culture memiliki arti kebudayaan, kesopanan, dan atau pemeliharaan. Atas dasar ini, multikultural diartikan sebagai keragaman budaya sebagai bentuk dari keragaman latar belakang seseorang. Maka, secara etimologis pendidikan multikultural didefinisikan sebagai pendidikan yang memperhatikan keragaman budaya para peserta didik.[4]
Secara terminologis, definisi pendidikan multikultural sangat beragam rumusannya. Menurut Zakiyudin Baidhawi, pendidikan multikultural adalah suatu cara mengajarkan keragaman (teaching diversity).[5] Menurut Ainurrafiq Dawam yang dikutip oleh Ngainun Naim, pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran agama.[6] Adapun menurut Ainul Yaqin, pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan menggunakan perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah.[7]
Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan multikultural merupakan cara mengajarkan keragaman menggunakan perbedaan-perbedaan kultural agar peserta didik mudah memahami pelajaran serta memiliki karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis, dan humanis.

B.     Pendidikan Multikultural Perspektif Al-Qur’an
Berikut adalah pesan-pesan al-Qur’an mengenai pendidikan multikultural:
1.    Belajar hidup dalam perbedaan
Pendidikan selama ini lebih diorientasikan pada tiga pilar pendidikan, yaitu how to know, how to do, dan how to be yang menitikberatkan pada proses memperoleh pengetahuan, pembekalan keterampilan hidup (life skill), dan menekankan cara menjadi “orang” sesuai dengan kerangka berfikir peserta didik. Realitasnya dalam kehidupan yang terus berkembang, ketiga pilar tersebut kurang berhasil menjawab kondisi masyarakat yang semakin mengglobal. Maka dari itu diperlukan satu pilar strategis yaitu how to live and work together with others, sehingga akan terbangun relasi antara personal dan intra personal.[8] Dalam terminologi Islam, realitas akan perbedaan tak dapat dipungkiri lagi, sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat ayat 13 yang menekankan bahwa Allah SWT menciptakan manusia yang terdiri dari berbagai jenis kelamin, suku, bangsa, serta interprestasi yang berbeda-beda.
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah menciptakan kita dari asal yang sama sebagai keturununan Adam dan Hawa. Semua manusia sama di hadapan Allah SWT. Manusia menjadi mulia bukan karena suku, warna kulit, ras, ataupun jenis kelamin, melainkan karena ketaqwaannya. Tujuan penciptaan yang demikian bukan untuk saling menghina dan menjatuhkan, melainkan agar saling mengenal untuk menumbuhkan rasa saling menghormati dan semangat saling tolong menolong.[9] Ayat tersebut menjelaskan kesetaraan dalam masyarakat serta menolak adanya diskriminasi. Ayat tersebut juga menjelaskan adanya hikmah di balik penciptaan manusia yang beragam.

2.    Pentingnya saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain, menjauhi buruk sangka, dan mencari kesalahan orang lain.
Sebagai sekelompok manusia yang memiliki kekurangan baik fisik maupun mental, manusia mau tidak mau harus berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam interaksi tersebut sangat dimungkinkan terjadi gesekan dan benturan sehingga dapat menimbulkan keadaan yang kurang menguntungkan dirinya masing-masing. Untuk itu, perlu adanya tata nilai yang harus disepakati yang bertolak dari penghargaan terhadap hak-hak asasinya masing-masing.[10] Untuk itu, al-Qur’an QS. Al-Hujurat ayat 11 mengingatkan agar antara satu dan lainnya tidak saling mengejek, menjelek-jelekkan dan membuka aib masing-masing.
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3tƒ #ZŽöyz öNåk÷]ÏiB Ÿwur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3tƒ #ZŽöyz £`åk÷]ÏiB ( Ÿwur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& Ÿwur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôœew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJƒM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGtƒ y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11).

Hubungan antar sesama yang didasari adanya saling mengerti akan melahirkan sikap saling menghargai. Jika sudah mencapai tingkat saling menghargai, maka sikap saling percaya menjadi momentum yang signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan tidak mudah dinodai oleh sikap saling curiga.[11] Kecurigaan dan khianat merupakan titik awal yang buruk dalam membangun komunikasi lintas batas. Sebaliknya, senantiasa berprasangka baik, memenuhi janji, dan memelihara kepercayaan merupakan modal utama dalam membangun komunikasi yang baik sehingga sangat ditekankan dalam kehidupan.[12] Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Hujuraat: ayat 12.

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZŽÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# žcÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( Ÿwur (#qÝ¡¡¡pgrB Ÿwur =tGøótƒ Nä3àÒ÷è­/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& Ÿ@à2ù'tƒ zNóss9 ÏmŠÅzr& $\GøŠtB çnqßJçF÷d̍s3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§ ÇÊËÈ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

3.    Mengklarifikasi, mengedepankan dialog, diskusi, dan musyawarah dalam menghadapi permasalahan

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y` 7,Å$sù :*t6t^Î/ (#þqãY¨t6tGsù br& (#qç7ŠÅÁè? $JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã $tB óOçFù=yèsù tûüÏBÏ»tR ÇÏÈ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. AL-Hujurat: 9)
Ayat tersebut mengajarkan pentingnya mengklarifikasi suatu masalah sehingga kita tidak mudah memvonis atau menuduh orang lain sembarangan. Sebagai umat Islam yang baik, kita perlu menempuh jalan dialog, diskusi, dan musyawarah untuk memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan dialog dan sebagainya, kita akan memperoleh solusi yang jauh lebih baik daripada menggunakan dugaan bahkan tuduhan. Melalui dialog, seseorang akan dibukakan mata hatinya untuk melihat diri dan orang lain sebagai pribadi yang menyatu dalam perbedaan.

4.    Tidak memaksakan kehendak orang lain.

Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 ÇËÎÏÈ

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al-Baqarah: 256).
Ayat di atas menunjukkan relevansinya terhadap fenomena keberagaman agama di tengah pluralitas manusia. Setiap manusia bebas memilih agama sesuai kehendaknya. Islam mengajarkan toleransi dalam kehidupan. Toleransi dalam beragama adalah dengan menghormati pemeluk agama lain tanpa memaksa mereka mengikuti keyakinan kita. Toleransi di sini bukan berarti kita ikut menyembah tuhan mereka, namun sebatas menghormati dan menghargai tanpa membenarkan ajaran yang mereka yakini. Islam tidaklah kaku. Kehadirannya sebagai Islam yang Rahmatal lil ‘alamin justru menebarkan kedamaian dan kebahagiaan di muka bumi ini.

5.    Terbuka dalam berpikir
Pendidikan seyogyanya memberi pengetahuan baru tentang bagaimana berfikir dan bertindak, bahkan mengadopsi dan beradaptasi terhadap kultur baru yang berbeda, kemudian direspons dengan fikiran terbuka dan tidak terkesan eksklusif.[13] Peserta didik didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir sehingga tidak ada kejumudan dan keterkekangan dalam berfikir. Penghargaan al-Qur’an terhadap mereka yang mempergunakan akal, bisa dijadikan bukti representatif bahwa konsep ajaran Islam pun sangat responsif terhadap konsep berfikir secara terbuka. Salah satunya ayat yang menerangkan betapa tingginya derajat orang yang berilmu yaitu Qur’an Surat Al Mujaadilah ayat 11 :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

6.    Apresiasi dan interdependensi
Karakteristik ini mengedepankan tatanan sosial yang care (peduli), dimana semua anggota masyarakat dapat saling menunjukan apresiasi dan memelihara relasi, keterikatan, kohesi, dan keterkaitan sosial yang rekat, karena bagaimanapun juga manusia tidak bisa survive tanpa ikatan sosial yang dinamis.[14] Konsep seperti ini banyak termaktub dalam al-Quran, salah satunya QS. al-Maidah: 2 yang menerangkan betapa pentingnya prinsip tolong menolong dalam kebajikan, memelihara solidaritas dan ikatan sosial (takwa), dengan menghindari tolong menolong dalam kejahatan.
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2).

7.    Menghindari konflik dan rekonsiliasi dari berbagai permasalahan melalui upaya perdamaian.
Pemberian ampunan dan maaf merupakan tindakan yang tepat dalam situasi konflik. Islam mengajarkan umatnya agar mengedepankan perdamaian, cinta damai, dan memberikan rasa aman bagi seluruh makhluk.[15] Selain itu, al-Quran juga menganjurkan untuk meminta maaf, membimbing ke arah kesepakatan damai dengan cara musyawarah. Hal tersebut dijelaskan dalam ayat berikut:
(#ätÂty_ur 7py¥ÍhŠy ×py¥ÍhŠy $ygè=÷WÏiB ( ô`yJsù $xÿtã yxn=ô¹r&ur ¼çnãô_r'sù n?tã «!$# 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÍÉÈ

Artinya: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Syura: 40)

Ÿwur ÈqtGó¡n@ èpoY|¡ptø:$# Ÿwur èpy¥ÍhŠ¡¡9$# 4 ôìsù÷Š$# ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& #sŒÎ*sù Ï%©!$# y7uZ÷t/ ¼çmuZ÷t/ur ×ourºytã ¼çm¯Rr(x. ;Í<ur ÒOŠÏJym ÇÌÍÈ

Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushilat: 34)
Dengan demikian, Islam tidak membenarkan adanya permusuhan. Sebaliknya, Islam sangat menganjurkan perdamaian. Bahkan, orang yang tadinya adalah musuh bisa saja menjadi teman yang akrab dan setia.

8.      Menjunjung tinggi keadilan
Keadilan merupakan salah satu prinsip yang mendasari pendidikan multikultural. Keadilan menggarisbawahi bahwa semua anak memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.[16] Allah swt. berfirman:
ô`£JÏBur !$oYø)n=yz ×p¨Bé& tbrßöku Èd,ysø9$$Î/ ¾ÏmÎ/ur šcqä9Ï÷ètƒ ÇÊÑÊÈ
Artinya: “Dan di antara orang-orang yang kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’raf: 181)

Ayat di atas memberikan landasan moral dan etik bahwa setiap orang memiliki hak untuk memperoleh perlakuan adil baik dalam soal ucapan, sikap, maupun perbuatan. Adil tidak harus sama, tetapi sesuai dengan kebutuhan. Adil dalam dunia pendidikan tidak memandang kaya atau miskin, tua atau muda, besar atau kecil. Semuanya berhak memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Keadilan harus kita tegakkan sekalipun terhadap orang yang kita benci. Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 8.

$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtB̍ôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)

C.      Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Pendidikan Agama Islam
Pendidikan multikultural mecerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya serta mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri. Guru dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut.
1.    Tujuan pendidikan multikultural
Tujuan pendidikan multikultural yaitu membentuk manusia berbudaya dan menciptakan masyarakat berbudaya. Sebagai bahan pelajaran untuk memahami tujuan ini, guru PAI dapat mengambil hikmah dari peristiwa hijrah Rasulullah saw. dari Makkah ke Madinah. Di Madinah, beliau membangun masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama. Dengan prinsip perdamaian, keadilan, dan persaudaraan yang kokoh, beliau berhasil mewujudkan masyarakat madani.[17] Perjuangan beliau yang tak kenal putus asa patut kita contoh dan teladani.
Berdasarkan peristiwa historis, siswa diharapkan termotivasi menjadi orang yang benar dan mau berjuang menegakkan kebenaran. Pada akhirnya, mampu menjadi manusia-manusia yang membangun peradaban dan budaya yang benar untuk dirinya dan lingkungannya.
2.    Materi pembelajaran
Materi pembelajaran multikultural berisi ajaran nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa dan nilai-nilai kelompok etnis. Pada aspek ini, materi pembelajaran dipilih yang relevan sekaligus menarik. Guru disarankan mengidentifikasi persoalan sosial yang berkaitan dengan agama, suku, kehidupan ekonomi, kemampuan mental serta fisik. Selanjutnya, guru dan siswa menganalisis situasi tersebut untuk menemukan kondisi ideal yang seharusnya.[18]
Dalam pembelajaran PAI, guru dapat mengembangkan materi pembelajaran dengan melihat firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 9-14 dan ayat-ayat lain yang memiliki tema relevan terkait pendidikan multikultural.
3.    Metode pembelajaran
Menurut Zamroni yang dikutip Zainal Abidin, pembelajaran akan lebih efisien dan mendorong iklim belajar yang aktif, kreatif, dan demokratis yang terlihat dari kondisi antara lain:
a.       Siswa aktif dalam mengajukan pertanyaan maupun mencari bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa yang sedang dipelajari.
b.      Siswa dapat bekerjasama dengan membuat kelompok-kelompok belajar.
c.       Siswa bersifat demokratis, berani menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan sekaligus berani menerima gagasan orang lain.
d.      Siswa memiliki kepercayaan diri yang besar.[19]
Dalam proses pembelajaran yang demikian, muncullah sikap saling menghormati, saling toleransi, dan saling memahami dalam diri siswa. Dengan demikian, siswa akan memiliki spirit multukultural berupa keinginan hidup rukun dan damai dalam suasana kemajemukan.
4.    Evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran dalam pedidikan multikultural bersifat mengevaluasi tingkah laku siswa yang meliputi persepsi, apresisasi dan tindakan siswa terhadap budaya lainnya.[20] Penilaian keberhasilan pendidikan multikultural lebih menekankan pada aspek proses, bukan pada aspek hasil. Hal ini menunjukkan bahwa tercapainya tujuan pembelajaran terdapat pada proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Dalam konteks PAI, keberhasilan pendidikan multikultural dapat dilihat ketika siswa mampu memahami perbedaan yang terjadi di kalangan umat Islam itu sendiri seperti perbedaan madzhab, aliran, bahkan teologinya.[21]
Pemahaman siswa terhadap perbedaan dan kemajemukan di dalam Islam itu sendiri akan mendorong sikap saling menghargai dan menghormati pendapat orang lain. Jika sikap tersebut sudah menjadi kebiasaan pada diri siswa, maka ia dapat mengaplikasikan sikap toleransi tersebut dalam lingkungan bermasyarakat, baik terhadap sesama muslim maupun non muslim.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk yang bersifat universal. Di dalamnya memuat pesan-pesan dan tuntunan dalam mengatur kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Pendidikan multikultural merupakan cara mengajarkan keragaman menggunakan perbedaan-perbedaan kultural agar peserta didik mudah memahami pelajaran serta memiliki karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis, dan humanis.
Melalui ayat-ayatnya, al-Qur’an menyampaikan bahwa manusia diciptakan beragam. Penciptaan yang beragam tersebut dimaksudkan agar mereka saling mengenal, menghargai, dan menghormati. Dengan menjunjung asas keadilan dan prinsip sesuai HAM, pendidikan multikultural dapat menjadi resolusi adanya konflik sehingga tercipta kedamaian dalam struktur kehidupan.
Terkait implementasinya dalam Pendidikan Agama Islam, guru harus memperhatikan tujuan, materi, proses, dan evaluasi pendidikan multikultural yang sesuai dengan prinsip keislaman.

B.     Saran
Sebagai negara yang multikultural, hendaknya Indonesia segera merealisasikan pendidikan multikultural yang sejauh ini masih hanya sebatas wacana. Pelaksanaan pendidikan multikultural ini bisa diaplikasikan di lembaga-lembaga formal, informal, maupun non formal.
Umat Islam harus pandai menerjemahkan ayat-ayat yang bernuansa multikultural sehingga permasalahan yang berkaitan dengan isu tersebut mampu dijawab dan ditangani secara bijak. Selanjutnya, kita harus memaknai perbedaan yang ada di dunia ini sebagai rahmat dari Allah swt. yang patut kita syukuri.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal, dan Neneng Habibah, Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif   Multikulturalisme, Jakarta: Saadah Cipta Mandiri.
Al Munawar, Said Agil Husin, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem           Pendidikan Islam, Jakarta, Cuputat Press, N.
Aly, Abdullah, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: telaah terhadap          kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta,    Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Baidhawi, Zakiyudin, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta:        Erlangga, 2005.
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, Tafsir        Tematik Al-Qur’an tentang Hubungan Sosial antarumat Beragama,        Yogyakarta: Pustaka SM, 2000.
Naim, Ngainun dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural: konsep dan  aplikasi, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan Tafsir Ayat Al-Tarbawiy, Jakarta:       Raja Grafindo Persada, 2001.
Sulalah, Pendidikan Multikultural, Malang: UIN Maliki Press, 2012.
Suryana, Yaya dan A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural: Suatu Upaya    Penguatan Jati Diri Bangsa, Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif al-Qur’an, Yogyakarta: Mikraj, 2005.
Yaqin, Ainul, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk         Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media, 2007.


[1] Zakiyudin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 1.
[2] Yaya Suryana dan A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural: Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), hal. 332.
[3] Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif al-Qur’an, (Yogyakarta: Mikraj, 2005), hal. 54.
[4] Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren: telaah terhadap kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 104-105.
[5] Zakiyudin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 8.
[6] Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural: konsep dan aplikasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 50.
[7] Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), hal. 25.
[8] Zakiyudin Baidhawi, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural..., hal. 78-79.
[9] Yaya Suryana dan A. Rusdiana, Pendidikan Multikultural..., hal. 333.
[10]Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 236.
[11] Sulalah, Pendidikan Multikultural, (Malang: UIN Maliki Press, 2012), hal. 59.
[12] Zakiyudin Baidhawi, Pendidikan Agama..., hal. 52.
[13] Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural..., hal. 83.
[14] Ibid., hal. 84.
[15] Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, Tafsir Tematik Al-Qur’an tentang Hubungan Sosial antarumat Beragama, (Yogyakarta: Pustaka SM, 2000), hal. 45.
[16] Abdullah Aly, Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren..., hal. 109.
[17] Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta, Cuputat Press, N), hal. 203.
[18] Zainal Abidin EP. dan Neneng Habibah, Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme, (Jakarta: Saadah Cipta Mandiri, 2009), hal. 209.
[19]Ibid., hal. 32.
[20] Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hal. 187.
[21] Zainal Abidin EP. dan Neneng Habibah, Pendidikan Agama Islam... hal. 213.

0 comments:

Post a Comment

 

lautan inspirasi Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang