PENDIDIKAN MULTIKULTURAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah
Al-Qur’an Perspektif Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Abdul Mustaqim, M. Ag.
Oleh:
Ummu Mawaddah
1620410004
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Masyarakat multikultural adalah
sebuah fakta bercampur baurnya penduduk dunia yang mampu memberikan tekanan
pada sistem pemerintahan, pendidikan, dan ekonomi yang mapan untuk berubah.
Kedekatan dan interaksi penduduk dunia dari berbagai latar belakang yang
berbeda akan melahirkan ketidakpuasan dan konflik sosial. Ketika perbedaan
nasionalitas, etnisitas, dan ras muncul bersamaan dengan perbedaan agama, maka
potensi untuk berbenturan pun semakin besar.[1]
Sebagai konsekuensinya, kita akan menghadapi berbagai persoalan seperti
kemiskinan, kekerasan, korupsi, kolusi, nepotisme, perusakan lingkungan, dan
hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghormati hak-hak orang lain.
Berdasarkan permasalahan tersebut,
pendidikan multikultural hadir sebagai salah satu upaya peredam konflik melalui
penerapan strategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan
keragaman yang terdapat pada peserta didik. Dengan pendidikan multikultural,
peserta didik diharapkan mampu memahami pelajaran dengan lebih mudah serta
dapat mengimplementasikan nilai-nilai karakter yang bersifat demokratis,
humanis, dan pluralis.
Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk
umat manusia yang bersifat universal. Di dalamnya memuat ayat-ayat yang berisi
pedoman-pedoman dan pokok-pokok peraturan yang sangat dibutuhkan manusia untuk
mengatur kehidupannya, baik yang berhubungan dengan keimanan maupun peraturan
yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia secara personal ataupun
komunal.[2]
Al-Qur’an sebagai kitab yang shalih fi kulli zaman wa
makan mampu menjawab tantangan-tantangan dan perubahan yang terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari sekian banyak petunjuk yang
terdapat dalam al-Qur’an, terdapat ayat-ayat yang berisi pesan-pesan yang
seharusnya menjadi pedoman bagi umat manusia terhadap upaya menjaga kerukunan
dan kedamaian dalam kehidupan yang multikultural. Berkaitan dengan isu
pendidikan multikultural, al-Qur’an memberikan perhatiannya melalui ayat-ayat
yang bernuansa multikultural. Melalui makalah ini, penulis memaparkan bagaimana
pandangan al-Qur’an terhadap pendidikan multikultural tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep pendidikan multikultural?
2.
Bagaimana pendidikan multikultural perspektif al-Qur’an?
3.
Bagaimana implementasi pendidikan multikultural dalam Pendidikan
Agama Islam?
4.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Multukultural
Secara
etimologis, pendidikan multikultural terdiri dari dua kata, yaitu pendidikan
dan multikultural. Pendidikan merupakan seluruh aktivitas atau upaya sadar yang
dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik terhadap semua aspek perkembangan
kepribadian baik jasmani maupun rohani yang berjalan terus menerus untuk
mencapai kebahagiaan dan nilai yang tinggi.[3]
Sementara itu, kata multikultural terdiri dari dua kata yaitu multi dan culture.
Multi memiliki arti banyak, ragam, atau aneka sedangkan culture
memiliki arti kebudayaan, kesopanan, dan atau pemeliharaan. Atas dasar ini,
multikultural diartikan sebagai keragaman budaya sebagai bentuk dari keragaman
latar belakang seseorang. Maka, secara etimologis pendidikan multikultural
didefinisikan sebagai pendidikan yang memperhatikan keragaman budaya para
peserta didik.[4]
Secara
terminologis, definisi pendidikan multikultural sangat beragam rumusannya.
Menurut Zakiyudin Baidhawi, pendidikan multikultural adalah suatu cara
mengajarkan keragaman (teaching diversity).[5]
Menurut Ainurrafiq Dawam yang dikutip oleh Ngainun Naim, pendidikan
multikultural merupakan proses pengembangan seluruh potensi manusia yang
menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman
budaya, etnis, suku, dan aliran agama.[6]
Adapun menurut Ainul Yaqin, pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan
yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan menggunakan perbedaan-perbedaan
kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa,
gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi
efektif dan mudah.[7]
Dari beberapa
definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan multikultural merupakan
cara mengajarkan keragaman menggunakan perbedaan-perbedaan kultural agar peserta
didik mudah memahami pelajaran serta memiliki karakter yang kuat untuk selalu
bersikap demokratis, pluralis, dan humanis.
B.
Pendidikan Multikultural Perspektif Al-Qur’an
Berikut adalah pesan-pesan al-Qur’an mengenai
pendidikan multikultural:
1. Belajar hidup
dalam perbedaan
Pendidikan selama
ini lebih diorientasikan pada tiga pilar pendidikan, yaitu how to know, how
to do, dan how to be yang menitikberatkan pada proses memperoleh
pengetahuan, pembekalan keterampilan hidup (life skill), dan menekankan
cara menjadi “orang” sesuai dengan kerangka berfikir peserta didik. Realitasnya
dalam kehidupan yang terus berkembang, ketiga pilar tersebut kurang berhasil
menjawab kondisi masyarakat yang semakin mengglobal. Maka dari itu diperlukan
satu pilar strategis yaitu how to live and work together with others, sehingga
akan terbangun relasi antara personal dan intra personal.[8]
Dalam terminologi Islam, realitas akan perbedaan tak dapat dipungkiri lagi,
sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat ayat 13 yang menekankan bahwa Allah SWT
menciptakan manusia yang terdiri dari berbagai jenis kelamin, suku, bangsa,
serta interprestasi yang berbeda-beda.
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah
menciptakan kita dari asal yang sama sebagai keturununan Adam dan Hawa. Semua
manusia sama di hadapan Allah SWT. Manusia menjadi mulia bukan karena suku,
warna kulit, ras, ataupun jenis kelamin, melainkan karena ketaqwaannya. Tujuan
penciptaan yang demikian bukan untuk saling menghina dan menjatuhkan, melainkan
agar saling mengenal untuk menumbuhkan rasa saling menghormati dan semangat
saling tolong menolong.[9]
Ayat tersebut menjelaskan kesetaraan dalam masyarakat serta menolak adanya
diskriminasi. Ayat tersebut juga menjelaskan adanya hikmah di balik penciptaan
manusia yang beragam.
2. Pentingnya
saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain, menjauhi buruk sangka,
dan mencari kesalahan orang lain.
Sebagai sekelompok manusia yang
memiliki kekurangan baik fisik maupun mental, manusia mau tidak mau harus
berinteraksi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam interaksi tersebut
sangat dimungkinkan terjadi gesekan dan benturan sehingga dapat menimbulkan
keadaan yang kurang menguntungkan dirinya masing-masing. Untuk itu, perlu
adanya tata nilai yang harus disepakati yang bertolak dari penghargaan terhadap
hak-hak asasinya masing-masing.[10]
Untuk itu, al-Qur’an QS. Al-Hujurat ayat 11 mengingatkan agar antara satu dan
lainnya tidak saling mengejek, menjelek-jelekkan dan membuka aib masing-masing.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w öyó¡o ×Pöqs% `ÏiB BQöqs% #Ó|¤tã br& (#qçRqä3t #Zöyz öNåk÷]ÏiB wur Öä!$|¡ÎS `ÏiB >ä!$|¡ÎpS #Ó|¤tã br& £`ä3t #Zöyz £`åk÷]ÏiB ( wur (#ÿrâÏJù=s? ö/ä3|¡àÿRr& wur (#rât/$uZs? É=»s)ø9F{$$Î/ ( }§ø©Î/ ãLôew$# ä-qÝ¡àÿø9$# y÷èt/ Ç`»yJM}$# 4 `tBur öN©9 ó=çGt y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqçHÍ>»©à9$# ÇÊÊÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.
dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi
yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,
Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11).
Hubungan antar sesama yang didasari
adanya saling mengerti akan melahirkan sikap saling menghargai. Jika sudah
mencapai tingkat saling menghargai, maka sikap saling percaya menjadi momentum
yang signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan tidak mudah dinodai
oleh sikap saling curiga.[11] Kecurigaan
dan khianat merupakan titik awal yang buruk dalam membangun komunikasi lintas
batas. Sebaliknya, senantiasa berprasangka baik, memenuhi janji, dan memelihara
kepercayaan merupakan modal utama dalam membangun komunikasi yang baik sehingga
sangat ditekankan dalam kehidupan.[12]
Allah swt. berfirman dalam QS. Al-Hujuraat: ayat 12.
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qç7Ï^tGô_$# #ZÏWx. z`ÏiB Çd`©à9$# cÎ) uÙ÷èt/ Çd`©à9$# ÒOøOÎ) ( wur (#qÝ¡¡¡pgrB wur =tGøót Nä3àÒ÷è/ $³Ò÷èt/ 4 =Ïtär& óOà2ßtnr& br& @à2ù't zNóss9 ÏmÅzr& $\GøtB çnqßJçF÷dÌs3sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# Ò>#§qs? ×LìÏm§ ÇÊËÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
3. Mengklarifikasi,
mengedepankan dialog, diskusi, dan musyawarah dalam menghadapi permasalahan
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä bÎ) óOä.uä!%y`
7,Å$sù :*t6t^Î/
(#þqãY¨t6tGsù
br& (#qç7ÅÁè?
$JBöqs% 7's#»ygpg¿2 (#qßsÎ6óÁçGsù 4n?tã
$tB óOçFù=yèsù
tûüÏBÏ»tR
ÇÏÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS.
AL-Hujurat: 9)
Ayat tersebut mengajarkan
pentingnya mengklarifikasi suatu masalah sehingga kita tidak mudah memvonis
atau menuduh orang lain sembarangan. Sebagai umat Islam yang baik, kita perlu
menempuh jalan dialog, diskusi, dan musyawarah untuk memecahkan
persoalan-persoalan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan
dialog dan sebagainya, kita akan memperoleh solusi yang jauh lebih baik
daripada menggunakan dugaan bahkan tuduhan. Melalui dialog, seseorang akan
dibukakan mata hatinya untuk melihat diri dan orang lain sebagai pribadi yang
menyatu dalam perbedaan.
4.
Tidak memaksakan kehendak orang lain.
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 ÇËÎÏÈ
Artinya: “Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al-Baqarah: 256).
Ayat di atas menunjukkan
relevansinya terhadap fenomena keberagaman agama di tengah pluralitas manusia.
Setiap manusia bebas memilih agama sesuai kehendaknya. Islam mengajarkan
toleransi dalam kehidupan. Toleransi dalam beragama adalah dengan menghormati
pemeluk agama lain tanpa memaksa mereka mengikuti keyakinan kita. Toleransi di
sini bukan berarti kita ikut menyembah tuhan mereka, namun sebatas menghormati
dan menghargai tanpa membenarkan ajaran yang mereka yakini. Islam tidaklah
kaku. Kehadirannya sebagai Islam yang Rahmatal lil ‘alamin justru
menebarkan kedamaian dan kebahagiaan di muka bumi ini.
5. Terbuka dalam
berpikir
Pendidikan seyogyanya memberi
pengetahuan baru tentang bagaimana berfikir dan bertindak, bahkan mengadopsi
dan beradaptasi terhadap kultur baru yang berbeda, kemudian direspons dengan
fikiran terbuka dan tidak terkesan eksklusif.[13]
Peserta didik didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir sehingga tidak
ada kejumudan dan keterkekangan dalam berfikir. Penghargaan al-Qur’an terhadap
mereka yang mempergunakan akal, bisa dijadikan bukti representatif bahwa konsep
ajaran Islam pun sangat responsif terhadap konsep berfikir secara terbuka.
Salah satunya ayat yang menerangkan betapa tingginya derajat orang yang berilmu
yaitu Qur’an Surat Al Mujaadilah ayat 11 :
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9
(#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt
ª!$#
öNä3s9
( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$#
(#râà±S$$sù
Æìsùöt
ª!$#
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré&
zOù=Ïèø9$#
;M»y_uy 4 ª!$#ur
$yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah:
11)
6. Apresiasi dan
interdependensi
Karakteristik ini mengedepankan tatanan sosial yang care (peduli),
dimana semua anggota masyarakat dapat saling menunjukan apresiasi dan
memelihara relasi, keterikatan, kohesi, dan keterkaitan sosial yang rekat,
karena bagaimanapun juga manusia tidak bisa survive tanpa ikatan sosial
yang dinamis.[14] Konsep seperti ini banyak
termaktub dalam al-Quran, salah satunya QS. al-Maidah: 2 yang menerangkan
betapa pentingnya prinsip tolong menolong dalam kebajikan, memelihara
solidaritas dan ikatan sosial (takwa), dengan menghindari tolong menolong dalam
kejahatan.
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur ( wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2).
7. Menghindari
konflik dan rekonsiliasi dari berbagai permasalahan melalui upaya perdamaian.
Pemberian ampunan dan maaf
merupakan tindakan yang tepat dalam situasi konflik. Islam mengajarkan umatnya
agar mengedepankan perdamaian, cinta damai, dan memberikan rasa aman bagi
seluruh makhluk.[15]
Selain itu, al-Quran juga menganjurkan untuk meminta maaf, membimbing ke arah
kesepakatan damai dengan cara musyawarah. Hal tersebut dijelaskan dalam ayat
berikut:
(#ätÂty_ur
7py¥Íhy ×py¥Íhy $ygè=÷WÏiB
( ô`yJsù
$xÿtã yxn=ô¹r&ur ¼çnãô_r'sù n?tã «!$#
4 ¼çm¯RÎ) w
=Ïtä
tûüÏJÎ=»©à9$# ÇÍÉÈ
Artinya: “Dan
balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa
memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya
Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Syura: 40)
wur ÈqtGó¡n@ èpoY|¡ptø:$# wur èpy¥Íh¡¡9$# 4 ôìsù÷$# ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& #sÎ*sù Ï%©!$# y7uZ÷t/ ¼çmuZ÷t/ur ×ourºytã ¼çm¯Rr(x. ;Í<ur ÒOÏJym ÇÌÍÈ
Artinya: “Dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia.” (QS. Fushilat: 34)
Dengan demikian, Islam tidak
membenarkan adanya permusuhan. Sebaliknya, Islam sangat menganjurkan perdamaian.
Bahkan, orang yang tadinya adalah musuh bisa saja menjadi teman yang akrab dan
setia.
8. Menjunjung
tinggi keadilan
Keadilan merupakan salah satu
prinsip yang mendasari pendidikan multikultural. Keadilan menggarisbawahi bahwa
semua anak memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.[16]
Allah swt. berfirman:
ô`£JÏBur !$oYø)n=yz ×p¨Bé& tbrßöku Èd,ysø9$$Î/ ¾ÏmÎ/ur cqä9Ï÷èt ÇÊÑÊÈ
Artinya: “Dan di antara orang-orang yang kami
ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu
(pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’raf: 181)
Ayat di atas memberikan landasan
moral dan etik bahwa setiap orang memiliki hak untuk memperoleh perlakuan adil
baik dalam soal ucapan, sikap, maupun perbuatan. Adil tidak harus sama, tetapi
sesuai dengan kebutuhan. Adil dalam dunia pendidikan tidak memandang kaya atau
miskin, tua atau muda, besar atau kecil. Semuanya berhak memperoleh pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhannya.
Keadilan harus kita tegakkan
sekalipun terhadap orang yang kita benci. Allah swt. berfirman dalam QS.
Al-Maidah ayat 8.
$pkr'¯»t
úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä
(#qçRqä.
úüÏBº§qs%
¬!
uä!#ypkà
ÅÝó¡É)ø9$$Î/
( wur
öNà6¨ZtBÌôft
ãb$t«oYx© BQöqs%
#n?tã
wr&
(#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd
Ü>tø%r&
3uqø)G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$#
4 cÎ)
©!$#
7Î6yz $yJÎ/ cqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Maidah: 8)
C.
Implementasi Pendidikan Multikultural dalam
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan multikultural
mecerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya serta
mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan
kebudayaan mereka sendiri. Guru dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural
harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut.
1.
Tujuan pendidikan multikultural
Tujuan pendidikan multikultural
yaitu membentuk manusia berbudaya dan menciptakan masyarakat berbudaya. Sebagai
bahan pelajaran untuk memahami tujuan ini, guru PAI dapat mengambil hikmah dari
peristiwa hijrah Rasulullah saw. dari Makkah ke Madinah. Di Madinah, beliau
membangun masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama.
Dengan prinsip perdamaian, keadilan, dan persaudaraan yang kokoh, beliau
berhasil mewujudkan masyarakat madani.[17]
Perjuangan beliau yang tak kenal putus asa patut kita contoh dan teladani.
Berdasarkan peristiwa historis,
siswa diharapkan termotivasi menjadi orang yang benar dan mau berjuang
menegakkan kebenaran. Pada akhirnya, mampu menjadi manusia-manusia yang membangun
peradaban dan budaya yang benar untuk dirinya dan lingkungannya.
2.
Materi pembelajaran
Materi pembelajaran multikultural berisi
ajaran nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai bangsa dan nilai-nilai
kelompok etnis. Pada aspek ini, materi pembelajaran dipilih yang relevan
sekaligus menarik. Guru disarankan mengidentifikasi persoalan sosial yang
berkaitan dengan agama, suku, kehidupan ekonomi, kemampuan mental serta fisik.
Selanjutnya, guru dan siswa menganalisis situasi tersebut untuk menemukan kondisi
ideal yang seharusnya.[18]
Dalam pembelajaran PAI, guru dapat
mengembangkan materi pembelajaran dengan melihat firman Allah dalam QS.
Al-Hujurat ayat 9-14 dan ayat-ayat lain yang memiliki tema relevan terkait
pendidikan multikultural.
3.
Metode pembelajaran
Menurut
Zamroni yang dikutip Zainal Abidin, pembelajaran akan lebih efisien dan
mendorong iklim belajar yang aktif, kreatif, dan demokratis yang terlihat dari
kondisi antara lain:
a.
Siswa aktif dalam mengajukan pertanyaan maupun mencari bahan-bahan
pelajaran yang mendukung apa yang sedang dipelajari.
b.
Siswa dapat bekerjasama dengan membuat kelompok-kelompok belajar.
c.
Siswa bersifat demokratis, berani menyampaikan gagasan,
mempertahankan gagasan sekaligus berani menerima gagasan orang lain.
d.
Siswa memiliki kepercayaan diri yang besar.[19]
Dalam proses pembelajaran yang
demikian, muncullah sikap saling menghormati, saling toleransi, dan saling
memahami dalam diri siswa. Dengan demikian, siswa akan memiliki spirit
multukultural berupa keinginan hidup rukun dan damai dalam suasana kemajemukan.
4.
Evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran dalam
pedidikan multikultural bersifat mengevaluasi tingkah laku siswa yang meliputi
persepsi, apresisasi dan tindakan siswa terhadap budaya lainnya.[20] Penilaian
keberhasilan pendidikan multikultural lebih menekankan pada aspek proses, bukan
pada aspek hasil. Hal ini menunjukkan bahwa tercapainya tujuan pembelajaran terdapat
pada proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman. Dalam konteks PAI,
keberhasilan pendidikan multikultural dapat dilihat ketika siswa mampu memahami
perbedaan yang terjadi di kalangan umat Islam itu sendiri seperti perbedaan
madzhab, aliran, bahkan teologinya.[21]
Pemahaman siswa terhadap perbedaan
dan kemajemukan di dalam Islam itu sendiri akan mendorong sikap saling
menghargai dan menghormati pendapat orang lain. Jika sikap tersebut sudah menjadi
kebiasaan pada diri siswa, maka ia dapat mengaplikasikan sikap toleransi
tersebut dalam lingkungan bermasyarakat, baik terhadap sesama muslim maupun non
muslim.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk
yang bersifat universal. Di dalamnya memuat pesan-pesan dan tuntunan dalam
mengatur kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Pendidikan multikultural
merupakan cara mengajarkan keragaman menggunakan perbedaan-perbedaan kultural
agar peserta didik mudah memahami pelajaran serta memiliki karakter yang kuat
untuk selalu bersikap demokratis, pluralis, dan humanis.
Melalui ayat-ayatnya, al-Qur’an
menyampaikan bahwa manusia diciptakan beragam. Penciptaan yang beragam tersebut
dimaksudkan agar mereka saling mengenal, menghargai, dan menghormati. Dengan
menjunjung asas keadilan dan prinsip sesuai HAM, pendidikan multikultural dapat
menjadi resolusi adanya konflik sehingga tercipta kedamaian dalam struktur
kehidupan.
Terkait implementasinya dalam
Pendidikan Agama Islam, guru harus memperhatikan tujuan, materi, proses, dan
evaluasi pendidikan multikultural yang sesuai dengan prinsip keislaman.
B.
Saran
Sebagai negara yang multikultural,
hendaknya Indonesia segera merealisasikan pendidikan multikultural yang sejauh
ini masih hanya sebatas wacana. Pelaksanaan pendidikan multikultural ini bisa
diaplikasikan di lembaga-lembaga formal, informal, maupun non formal.
Umat Islam harus pandai
menerjemahkan ayat-ayat yang bernuansa multikultural sehingga permasalahan yang
berkaitan dengan isu tersebut mampu dijawab dan ditangani secara bijak.
Selanjutnya, kita harus memaknai perbedaan yang ada di dunia ini sebagai rahmat
dari Allah swt. yang patut kita syukuri.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal, dan Neneng Habibah,
Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme,
Jakarta: Saadah Cipta Mandiri.
Al Munawar, Said Agil Husin, Aktualisasi
Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan
Islam, Jakarta, Cuputat Press, N.
Aly, Abdullah, Pendidikan Islam
Multikultural di Pesantren: telaah terhadap kurikulum
Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam Surakarta, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Baidhawi, Zakiyudin, Pendidikan
Agama Berwawasan Multikultural, Jakarta: Erlangga,
2005.
Majelis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam PP Muhammadiyah, Tafsir Tematik
Al-Qur’an tentang Hubungan Sosial antarumat Beragama, Yogyakarta: Pustaka SM, 2000.
Naim, Ngainun dan Achmad Sauqi, Pendidikan
Multikultural: konsep dan aplikasi, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2008.
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat
Pendidikan Tafsir Ayat Al-Tarbawiy, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Sulalah, Pendidikan
Multikultural, Malang: UIN Maliki Press, 2012.
Suryana, Yaya dan A. Rusdiana, Pendidikan
Multikultural: Suatu Upaya Penguatan
Jati Diri Bangsa, Bandung: Pustaka Setia, 2015.
Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif
al-Qur’an, Yogyakarta: Mikraj, 2005.
Yaqin, Ainul, Pendidikan
Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, Yogyakarta: Pilar Media, 2007.
[1] Zakiyudin Baidhawi, Pendidikan Agama
Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 1.
[2] Yaya Suryana dan A. Rusdiana, Pendidikan
Multikultural: Suatu Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa, (Bandung: Pustaka
Setia, 2015), hal. 332.
[3] Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif
al-Qur’an, (Yogyakarta: Mikraj, 2005), hal. 54.
[4] Abdullah Aly, Pendidikan Islam
Multikultural di Pesantren: telaah terhadap kurikulum Pondok Pesantren Modern
Islam Assalaam Surakarta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 104-105.
[5] Zakiyudin Baidhawi, Pendidikan Agama
Berwawasan Multikultural, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 8.
[6] Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan
Multikultural: konsep dan aplikasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal.
50.
[7] Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural:
Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan, (Yogyakarta:
Pilar Media, 2007), hal. 25.
[8] Zakiyudin Baidhawi, Pendidikan Agama
Berwawasan Multikultural..., hal. 78-79.
[9] Yaya Suryana dan A. Rusdiana, Pendidikan
Multikultural..., hal. 333.
[10]Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan
(Tafsir Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal.
236.
[11] Sulalah, Pendidikan Multikultural, (Malang:
UIN Maliki Press, 2012), hal. 59.
[12] Zakiyudin Baidhawi, Pendidikan Agama...,
hal. 52.
[13] Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama
Berwawasan Multikultural..., hal. 83.
[14] Ibid., hal. 84.
[15] Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
Islam PP Muhammadiyah, Tafsir Tematik Al-Qur’an tentang Hubungan Sosial
antarumat Beragama, (Yogyakarta: Pustaka SM, 2000), hal. 45.
[16] Abdullah Aly, Pendidikan Islam
Multikultural di Pesantren..., hal. 109.
[17] Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi
Nilai-Nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta, Cuputat Press,
N), hal. 203.
[18] Zainal Abidin EP. dan Neneng Habibah, Pendidikan
Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme, (Jakarta: Saadah Cipta
Mandiri, 2009), hal. 209.
[20] Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, hal. 187.
[21] Zainal Abidin EP. dan Neneng Habibah, Pendidikan
Agama Islam... hal. 213.
0 comments:
Post a Comment